Saat ini kita hidup dalam dunia di mana tanda, simbol dan media menempati posisi sentral di bidang ekonomi. Identitas kita terstruktur oleh pengejaran citra. Kekuatan korporasi seperti Nike dan Sony terkait dengan ikonografi dan mitologi yang mengelilingi produk mereka, selain sisi fungsional dan efisiensinya. Hari ini tantangan-tantangan politis meningkat oleh kaum feminis, gay/lesbian, warga suku pedalaman (indigenous people) dan kaum ras minoritas. Ini adalah soal identitas dan pengakuan budaya (cultural recognition) yang sama pentingnya dengan ketimpangan ekonomi (economic inequality) dan hak-hak legal.
Melihat kondisi keseharian kita saat ini, tampaknya budaya itu ada di mana-mana (ubiquitous). Budaya membentuk keputusan kita dalam berbelanja di mall. Program televisi yang kita pilih untuk tonton, reaksi kita terhadap peristiwa-peristiwa dunia. Interaksi kita saat berhadapan dengan orang lain. Bahkan, menurut Smith, perasaan kita sendiri terhadap siapa diri kita.
Dalam kondisi seperti di atas, bagi Philip Smith, kemampuan untuk memahami budaya menjadi komponen penting dari kewarganegaraan yang kompeten dan aktif. Menurut saya, inilah relevansi kebudayaan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Teori budaya menyediakan sumber penting bagi tugas tersebut karena ia menyediakan paradigma, model dan konsep yang bisa diterapkan dalam situasi, kondisi yang beragam. Terutama kala kita harus menghadapi kehidupan pribadi kita, kehidupan bersama masyarakat dan kehidupan intelektual.
Sumber : Philip Smith, Cultural Theory, Blackwell Publishing, 2004
Baca juga :
Apa Itu Teori Budaya?
Menelusuri Arti Kata "Budaya"